Senin, 19 September 2011

Kian Merajalela, Kasus SMS REG Semakin Rugikan Pelanggan



Kasus SMS REG yang menyedot pulsa pelanggan kembali marak. Kasus ini dinilai akan terus merugikan pelanggan karena regulator tak mau masuk ke masalah itu.

Sebelumnya, beberapa operator pernah tersandung kasus serupa dengan secara otomatis memasukkan pelanggan berlangganan SMS, meskipun tidak berlangganan.

Masalah itu bisa diselesaikan setelah dilakukan mediasi. Namun jika setelah mediasi tetap terjadi lagi, Ketua Umum IDTUG (Indonesia Telecomunications Users Group) Nurul Yakin Setiabudi menilai jalur hukum harus ditempuh.

Namun Nurul mengatakan kejadian seperti itu lebih baik diselesaikan dengan penggantian kerugian pada pelanggan.

“Selama kerugian pelanggan diganti pihak operator telekomunikasi, masalah bisa selesai,” katanya. Nurul menyatakan jika dibawa ke jalur hukum masalahnya bisa jadi rumit. Upaya hukum ini juga sangat panjang dan memakan biaya bagi kedua belah pihak.

“UU pun memungkinkan melakukan mediasi,” katanya. Ia menilai jika konsumen yang dirugikan, maka masalah terletak pada operator. Namun tak dipungkiri, banyak pelanggan yang melaporkan kasus yang sama, namun setelah ditelusuri ternyata anggota keluarganya yang mendaftar ke layanan itu.

Nurul menilai content provider (CP) harus lebih memahami etika jika bisnisnya tak mau redup. Bahkan menurutnya orang sudah tak percaya pada SMS REG.

“Masyarakat semakin phobia terhadap kode REG,” paparnya. Sekretaris Jenderal Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Mas Wigrantoro Roes Setiyadi menegaskan operator tidak akan memotong pulsa pelanggan jika pelanggan tidak mengirimkan SMS.

Namun jika kasusnya, pulsa pelanggan dipotong tanpa disadari, berarti sistem operator jelek dan operator harus bertanggung jawab. “Jika sistem meregister secara otomatis, maka hal itu salah,” katanya.

Ia menambahkan solusinya sebenarnya mudah. Pemerintah bisa meminta BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) melakukan audit. Jika terbukti tak ada kesalahan pelanggan, maka otomatis operator salah.

“Namun, jika pelanggan terbukti mengirimkan reply, yang harus dicek lagi adalah kalimat ajakan yang dikirimkan CP,” katanya. Untuk kasus seperti ini CP yang harus bertanggung jawab dan bukan operator. Mas Wig menyebutkan kasus semacam itu sering terjadi dan tak ada solusinya.

“Regulator tak mau masuk ke masalah itu,” sesalnya. Menurut Mas Wig ada empat kendala masalah itu bisa terjadi. Pertama, jika dilakukan audit tidak diketahui siapa yang bayar.

Kedua, isu semacam ini dianggap tak penting dan ketiga operator berada pada posisi defensif karena masalah seperti ini tanggung jawab CP.

“Keempat, pelanggan memang tertipu, begitu melihat iming-iming langsung mendaftar,” katanya. (Ar/km.inl www.suaramedia.com

Tidak ada komentar: