Rabu, 24 Agustus 2011

Perlukah Memarahi Anak?

“Saya harus mengajar anak saya dengan keras, supaya tidak seperti banci nantinya. Saya dulu di didik dengan keras oleh orangtua saya dan saya jadi orang yang tegar dan kuat, saya ingin anak saya melalui proses yang sama. Kalau diberi terlalu banyak kasih sayang apa ngga manja? Atau jadi banci?”
Seringkali ini pertanyaan banyak orangtua yang mengikuti seminar dan workshop yang saya berikan. Tema ini begitu penting bagi mereka setelah saya menjelaskan tentang apa itu Tungku Mental (akan saya bahas lain waktu).
Yah, memberikan dan mengajarkan disiplin pada anak memang sebaiknya dimulai sejak usia dini. Seringkali saya mengajarkan pada para sahabat orangtua, agar mereka mendidik dan menanamkan figure orangtua saat anak mereka berusia 3 tahun. Lho?
Begini ilustrasinya, anggaplah didepan Anda ada sebuah monster yang besar, sangat kuat dan tidak mungkin dibunuh. Dan monster ini sangat menyebalkan, serta punya potensi untuk melakukan hal yang sangat mengerikan. Dibunuh? Tidak mungkin, kenapa? Karena itu adalah anak kita saat dewasa.

Ya, para pembaca yang budiman. Banyak kasus yang saya tangani setelah anak-anaknya menjadi “monster”, memukuli orangtuanya dengan sengaja dan tega, mencuri, bertindak kurang ajar dan lain-lain. Jadi, untuk mengatasi hal tersebut apa yang harus dilakukan?
Saran saya:
  1. Marah boleh, bahkan memukul boleh. TAPI tidak dilakukan didepan (diawal). Jika kita merasa perlu mendisiplinkan perilaku anak, maka komunikasikan dengan baik. Komunikasikan dengan kata “Minta”, misal: Ani ibu minta mulai besok dan seterusnya kalo pulang sekolah tepat waktu yah.
  2. Jika masih dilanggar? Baiklah kita mulai menetapkan aturan yang lebih tinggi. Kita bisa cari barang atau sesuatu kesukaan anak yang jika disita, anak akan merasa tersiksa. Misal: Handphone, mobil-mobilan, dll. “Jika kamu masih melanggar maka mulai besok Ibu akan sita handphone kamu”.
  3. Jika masih dilanggar? Kita perlu meningkatkan aturan yang lebih tinggi lagi, misalnya tidak memberikan uang jajan dan anak hanya makan bekal yang telah disediakan dari rumah.
  4. Buatlah gradasi atau tingkatannya semakin membuat anak “sengsara”. Tapi satu hal yang perlu diingat, saat kita melakukan point 1-3, kita tetap menghargai anak, bicara dengan sopan dan tatapan mata tetap datar, tidak perlu berbicara dengan kasar. Dengan cara menghargai anak maka anak akan menghargai orangtua. Bahkan jika kita harus marah ataupun memukul, lakukan sebagai senjata terakhir, setelah melalui berbagai tahapan diatas.
  5. Dan yang paling penting, ketika menerapkan serta mengajarkan disiplin pada anak perlu sekali bagi kita orangtua mengatakan “Ayah / Ibu sayang sama kamu, kita perlu mendisiplinkan kamu karena …”, pastikan kata-kata itu keluar, untuk membuat harga diri anak tetap baik, serta anak tetap merasa dicintai orangtua.

Atau tips ini bisa Anda gunakan, ini adalah pengalaman pribadi saya dengan anak saya yang tercinta, Joshua. Saat itu anak laki-laki saya berusia 1,8 tahun. Saat itu kami bermain bersama dikamar, kemudian Joshua mengacak–acak peralatan rias mamanya. Ok, kita berdua (saya dan istri) hanya mengamati dia bermain, makin lama semakin banyak barang yang dia turunkan dan sebar ke lantai.
Berkisar 30 menit anak ini mulai bosan dengan mainannya dan hendak keluar dari kamar kita, eitt… “tunggu dulu sayang” kata saya “Daddy minta tolong ini dibereskan dikembalikan ke tempatnya, Daddy dan Mammy akan bantu, mau?” dan dia menolak. Disini saya ingin mengajarkan disiplin pada anak, saya tahu dia belum bisa melakukan hal tersebut dengan rapi tapi perilaku dan kebiasaanya yang ingin kita ajarkan. Singkat cerita dia mulai meronta-ronta minta keluar, nangis keras-keras kurang lebih 15 menit dan saya menanggapinya dengan tatapan mata yang penuh sayang dan datar, serta tetap menemani dalam proses tersebut.
Akhirnya dengan terpaksa anak saya yang tercinta mulai memungut barang-barang yang berserakan satu persatu dan sesuai janji kita (ingat jika berani berjanji maka tepati) kita juga membantunya. Setelah proses selesai, maka saya mendatangi Joshua dan memeluk dia serta berkata “Jo, jika Daddy berlaku seperti tadi artinya Daddy serius sama kamu, ingat ya… (saya ulang 3 kali), I love U Jo” saya kemudian memberikan ciuman di pipinya.

Berikutnya jika saya merasa perlu untuk mengajarkan hal baru dan disiplin kepada Joshua maka prosesnya akan sangat mudah. Jika Joshua mulai merasa “gerah” maka saya cukup mengatakan “Jo, Daddy serius sama kamu” (dengan nada yang datar dan mata saya menatap datar) maka seketika itu pula ia melakukan dengan sukarela. Saya tidak perlu marah-marah apalagi sampai memukul. Tetap perlu memberikan cinta sepenuhnya dalam kehidupan tiap anak, agar dia mampu mengartikan segala didikan kita dengan arti cinta dan sayang orangtua kepada anak.

Tidak ada komentar: